![]() |
| ~ Man jadda wajada ~ |
Ada orang yang melihat semut sebagai hewan
kecil yang rakus, (hanya) karena sangat aktif mengumpulkan bahan makanan jauh
lebih banyak dari panjang usia yang mungkin dijalaninya. Bahwa nama semut
menjadi sebutan bagi salah satu dari 114 surat Al-Quran, memang tidak menjadi
jaminan mereka tercela atau tidak, berbeda dari semisal Al-Munafiqun dan
Al-Kafirun atau nama-nama lain seperti anjing (QS. 7:176), kera dan babi (QS.
5: 60). Tetapi kalau bukan untuk tujuan terpuji, untuk apa nama itu disebut
dalam kitab suci, seperti surat An-Naml atau An-Nahl?
Konon bila ada seekor semut berjalan
berputar-putar atau zigzag, maka artinya ia memang sedang bertugas mencari
bahan makanan bagi kaumnya. Bila menemukan sepotong daging, kembang gula atau
makanan lainnya, dijamin ia tak akan menghabiskan atau mengangkutnya sendirian.
Ia akan berputar-putar sejenak untuk mengukur dan menghitung berapa pasukan
semut yang diperlukan. Pulang ke sarang ia berjalan lurus dengan melepaskan
asam semut melalui ekornya yang akan menjadi garis navigasi bagi para pekerja
yang akan melaluinya dengan disiplin. Coba-cobalah meletakkan sekeping cokelat
atau gula di tepi garis asam semut itu, mereka tetap takkan tergoda. Demikian
akurat semut menggunakan intuisinya yang mengajarkan manusia kapan musim hujan
dan musim kemarau akan datang, demikian pula disiplin mereka. Mereka tak
bersuara, namun bekerja. Menimbun logistik untuk musim yang lebih panjang dari
usia mereka, tetapi bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan kepentingan kaum
dan bangsa.
Jangan coba-coba menaburkan gula atau kue
manis dekat-dekat garis itu, karena pasukan semut takkan terangsang oleh
provokasi atau jebakan itu. Ghayah dan ahdaf (tujuan dan
sasaran) mereka jelas. Amal jamai mereka kompak. Disiplin mereka
tinggi. Entah dari mana datangnya dan bagaimana ia mengintai, seekor semut
eksekutor telah siap dengan kepala dan taring yang besar untuk memenggal kepala
semut yang terangsang mengambil makanan di luar garis navigasi. Betapa mahalnya
harga yang harus dibayar akibat tindakan liar sebagian pasukan artileri yang
ditempatkan Rasul SAW di bukit pada perang Uhud itu. Mereka dipesan untuk jangan
meninggalkan front tanpa komando, baik pasukan kita kalah atau menang. Tak
pernah sepedih itu duka dan gundah yang dirasakan Kanjeng Nabi SAW.
Bila jenis serangga ada yang bersuara,
itulah nahl, lebah yang diperintahkan Allah untuk membangun hunian di gunung-gunung,
di pohon-pohon dan rumah-rumah manusia (QS. An-Nahl: 68). Mereka disuruh
memakan yang baik-baik dan memproduksi yang baik-baik yang sangat berguna bagi
kesehatan dan penyembuhan. Mereka berdengung di sarang seperti pasukan mujahid
muslim di zaman Rasulullah saw, mendengungkan dzikir di malam hari setelah
sepanjang siang dengan penuh semangat dan kesungguhan berjihad membela
kebenaran. Mereka tak suka mengganggu siapapun, namun jangan coba-coba
melempari sarang lebah, mereka akan datang full team membalas setiap
agresor.
Muslim yang tak bersengat bekerja
seperti semut, dan yang sudah bersengat berjuang bagaikan lebah. Perumpamaan
seorang muslim seperti lebah, tak makan kecuali yang baik dan tak keluar dari
perutnya kecuali yang baik.
Mentalitas Rendah
Seorang manusia sejati tidak akan terkesiap
hanya oleh kemilau benda-benda, daya tarik alam semesta dan segala hal yang
fana, kecuali ia menisbahkan semua itu kepada sang Pencipta. Ia wujud sejati
dan Ia yang selalu jadi tujuan. Sementara manusia yang bermental anjing, jika
ia setia ia setia kepada sepotong tulang, bukan kepada pemberi tulang. Ia
menjilat dan menggonggong dengan suara lengkingan yang jauh lebih nyaring dari
tuannya. Jangan tanya komitmen, ia takkan mengerti. Itulah sebabnya tak ada
tuah pada pribadi, tutur dan tindakan mereka yang menggadaikan hidup dan
ilmunya untuk kepentingan materi sesaat. Mereka tak bisa mengenali dan tak
waspada ataupun ngeri apakah rezki yang mereka dapat bersamaan dengan
penyelewengan itu menjadi karunia atau istidraj (uluran).
Namun masih ada jenis anjing yang membuat
kita ingat akan betapa tinggi nilai ilmu. Bila engkau melepas anjingmu,
dengan bismillah, lalu ia membunuh buruannya, lihatlah, apakah ia melukai
buruanmu di tempat yang tepat atau mencabik dan memakan daging hewan itu.
Yang pertama berburu untuk tuannya, karenanya buruan itu sembelihan yang halal
dimakan dan yang kedua berburu untuk dirinya, karenanya buruan itu bangkai yang
haram dimakan. Catat hari kelahiran seekor babi jantan, tunggu sampai usianya
laik kawin. Lihatlah betapa dengan ringan ia gauli ibunya di depan kesaksian
bapak kandungnya yang asyik melahap makanan, termasuk kotorannya sendiri.
Jangan tanya hewan itu. Apa bapak tidak cemburu?. Ia takkan buka kamus untuk
mencari arti cemburu, karena entri itu memang tak pernah ada dalam kamus mereka
atau mereka memang tak punya kamus.
Disiplin, Pahit tetapi Sehat
Syaikh Amin Syinqithy membuktikan betapa
Allah memberikan keberkahan bagi umur kita. Ketika murid-muridnya terheran-heran,
apa mungkin orang bisa mengkhatamkan Al-Quran dalam sekali shalat malam, ia
membuktikannya. Betapa rapi bacaannya. Betapa merdu suaranya. Betapa nikmat
shalat bersamanya. Selebihnya, cukup waktu untuk bekerja. Pada ashar hari Kamis
di akhir pekan, seorang kader dakwah, seperti dituturkan Imam Hasan Al-Banna,
keluar dari bengkel tempat ia bekerja. Malamnya ia sudah memberikan ceramah di
sebuah pertemuan beberapa puluh kilometer dari tempatnya. Esok Jumatnya ia
berkhutbah dengan bagus di tempat lain yang cukup jauh. Asharnya ia memberikan
pengarahan pada sebuah mukhayam (camping) yang diikuti ratusan pemuda
dari berbagai penjuru. Lepas isya ia menyampaikan arahan dalam sebuah daurah
besar. Ratusan kilometer dalam 30 jam ditempuhnya, suatu perjalanan yang melelahkan.
Namun esoknya dengan wajah cerah cemerlang dan hati yang tenang, ia telah tiba
di tempat kerjanya lebih cepat, tanpa ribut-ribut mengisahkan kerja besar yang
baru diselesaikannya.
Sembilan tahun agresi pasukan musyrikin
Quraisy dan yang lainnya ke Madinah telah menyibukkan Rasulullah SAW dengan 27
kali ghazwah (pertempuran yang beliau pimpin langsung) dan 35 kali sariyah
(yang dipimpin para sahabat). Serbuan yang bertubi-tubi ini potensial membuat
lelah fisik dan mental dan masuk akal bila beliau dan para sahabat memanfaatkan
waktu jeda yang rata-rata sebulan atau sebulan setengah untuk berleha-leha.
Namun ternyata justeru waktu itu diisi dengan banyak kegiatan, dari mendidik
para politisi, panglima perang, hakim, diplomat sampai merangkak dengan anak-anak
dipunggungnya atau dalam beberapa riwayat dan momentum berbeda– berpacu jalan
dengan keluarga atau beramah-tamah dengan rakyat-jelata. Ia pemimpin besar yang
menggetarkan banyak bibir kekaguman. Ia panglima yang akurat dalam memimpin
setiap pertempuran. Ia guru yang banyak melahirkan kader handal. Ia suami yang
membuat isterinya kebingungan saat ditanya, momen-momen apa yang paling
mengesankannya semasa hidup bersamanya? Momen mana yang tidak mengagumkan (Ay-yu
amrihi lam yakun ajaba?! jawab Aisyah ummul mu’minin radhiyallahu
‘anha. Wallahu’alam
disalin dari Lentera Kehidupan

Tidak ada komentar:
Posting Komentar