Senin, 20 Februari 2012

Al-Munjiyat


Hal-hal yang bisa Mengutuhkan jiwa

“Dan demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya)” QS Asy Syams [91] : 7
 
Pada awal penciptaannya, jiwa kita dicipta oleh Allah SWT dalam keadaan sempurna. Jiwa yang utuh itu saat ini sedang hidup di dalam raga kita. Raga yang dihidupi jiwa yang utuh akan memandang hidup ini secara utuh.
Perumpamaan jiwa kita seperti gelas, gelas yang utuh akan dapat dimanfaatkan untuk diisi air secara optimal dibanding gelas yang retak atau pecah.
Lalu apakah yang kita fahami tentang hidup ini?

Utuhnya jiwa akan membuat kita memandang dan menyimpulkan segala sesuatu secara utuh
Jiwa yang utuh memahami hidup ini sebagai hamparan kesempatan untuk berbuat kebaikan.
Jiwa yang retak memandang bahwa hidup ini untuk berbuat kebaikan dan keburukan.
Jiwa yang retak memandang hidup ini untuk berbuat keburukan demi keburukan.
Dengan jiwa yang utuh apapun yang kita lihat, dengar, rasakan dan kita alami dalam hidup ini selalu menginspirasi untuk melakukan kebaikan. Senantiasa akan kita dengar pesan-pesan kebaikan di balik setiap peristiwa. Sehingga APAPUN yang dituangkan ke dalam ’gelas jiwa’ kita akan menjadi ’minuman’ yang nikmat. Jiwa yang utuh, melihat jenazah dimakamkan, telinga jiwa yang utuh akan mendengar ”Saudaraku, sekarang saya ’pergi’ lebih dahulu, suatu saat engkau pasti akan ’menyusul’ saya. Apa yang sudah engkau siapkan?” Mata jiwa melihat, suatu saat sayalah yang akan dimasukkan ke liang kubur, kondisi seperti apakah yang saya inginkan di dalamnya?
 
Contoh lain, ketika diberi kesempatan memiliki mobil, orang-orang yang jiwanya utuh akan melihat pesan seperti ini ”Wahai manusia, Allah SWT telah menitipkan aku kepadamu, kebaikan seperti apa yang sudah engkau rencanakan bersamaku?”
Kita akan menemukan banyak pesan-pesan kebaikan dalam hamparan hidup ini, meskipun dari sesuatu yang semula kita anggap buruk. Semua ini menunjukkan bahwa setiap kejadian adalah pemberitahuan (dari langit) agar kita menjadi pribadi yang lebih baik.
Seperti ketika telinga raga kita mendengar kata-kata yang buruk maka telinga jiwa mendengar kata-kata yang lain. Dihina orang lain, telinga raga mendengar orang lain mencaci maki, tetapi telinga jiwa mendengarnya seperti ”..saudaraku, yang sabar ya.. karena kalau saya tidak seperti ini kepadamu kamu tidak punya kesempatan untuk sabar..” bahkan mata jiwa melihat bahwa orang ini telah ’merelakan dirinya’ menjadi jembatan bagi kita untuk menuju kepada keadaan yang lebih baik. Karena keadaan sabar kita adalah lebih baik dari sebelum kita dihina..
Ketika kita melihat orang lain melakukan perbuatan buruk, pesan kebaikannya adalah supaya kita tidak menirunya.  Karena sesungguhnya tiadalah Allah SWT menciptakan keburukan, kecuali supaya manusia meninggalkannya.
Mari kita lihat lebih dekat lagi tentang makna hidup...
Semua orang pasti akan menerima bahwa LIFE’s JOURNEY. Hidup adalah perjalanan. Kalau kita melakukan perjalanan, pasti kita meninggalkan tempat asal menuju tempat tujuan. Tidak mungkin kita dari Jogja perjalanan menuju Jakarta misalnya, tapi kita tidak mau meninggalkan Jogja, tidak akan sampai Jakarta. Seperti itu pula hidup, Hidup berarti MENINGGALKAN KESENANGAN DUNIA menuju KESENANGAN AKHIRAT.
Dunia dan kesenangan dunia tidaklah sama. Harta, keluarga, pangkat jabatan, dan sebagainya adalah dunia yang bisa kita gunakan untuk merasakan kenikmatan akhirat, sehingga menjadi bagian dari amal kebaikan. Misalnya sedekah, mendidik anak mengenal Allah, dll. Sedangkan kesenangan dunia adalah tipuan-tipuan yang mengiringinya, yang membuat kita lalai dari tujuan mendapatkan kesenangan akhirat. Seperti hura-hura, korupsi, nonton bola, sinetron, dll. Inilah yang harus kita tinggalkan.
Jiwa yang utuh: Jadikanlah dunia yang kita cintai untuk mengejar surga, maka cinta kita kepadanya semakin membuat kita merindukan surga.
Adapun jiwa-jiwa yang pecah akan memandang hidup ini sebagai kesempatan untuk menjadi lebih buruk. Indikasinya antara lain:
1.   Dhulmun = mendahulukan kesenangan dunia daripada kesenangan akhirat. Berbuat semata-mata karena ingin.
Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. QS. Al-A’laa :16-17
2.   Ananiyyun = memandang diri sendiri sebagai sosok yang istimewa dan diistimewakan
3. Jahlun = bersahabat dengan sikap dan perbuatan yang tidak mencerahkan hidup di akhirat. Misalnya merutinkan diri nonton bola, sinetron, dll.

Wallau a’lam bishshawab…

Seperti disampaikan oleh Ust. Syathori Abdurrauf, semoga Allah SWT merahmati beliau, amin..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar